Langsung ke konten utama

Dulu, aku begitu mengharapkanmu.

Ada pepatah lama yang mengatakan tak kenal maka tak sayang. Sialnya aku lebih dulu "sayang" sebelum mengenalmu. Bagaimana mungkin? Mungkin saja, kita bisa saja jatuh hati meski belum pernah bertemu. Lalu bagaimana? Daring, menjadi salah satu jalan yang memiliki peluang itu. "Jatuh cintanya daring, patah hatinya luring" ini adalah kalimat ter-pahit yang pernah aku alami sebelumnya. Aku pernah... Mengharapkan temu yang tak kunjung kau jamu, mengharapkan rindu yang tak kunjung kau redam, mengharapkan janji yang tak pernah terbukti. Ya, benar. Daring mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Bahkan dulu... Aku begitu mengharapkanmu. Menunggu kabar yang tak kunjung ku dapat. Padahal kau hanya membalas pesan ketika sempat. "Aku ini kau anggap apa?" Pertanyaan bodoh yang sudah kuketahui jawabannya. Aku memilih menjauhimu lebih dulu, meski tanpa kau jelaskan berulang kali, aku sudah begitu paham. Bahwa kau memintaku untuk menjauh. Kini, mendengar namamu tak

SEPENGGAL KISAH DARI TANAH BORNEO


Peserta Kemah Pemuda Kedua BRG

Tidak perlu memiliki keahlian dibidangnya jika ingin peduli terhadap sesuatu. Cukup diam, amati dan bandingkan dengan keadaan seharusnya. Agar engkau sadar bahwa ada sesuatu yang sedang tidak baik-baik saja~

Aku yang sedari tadi duduk termangu, mulai bangkit dan berusaha menemukan seseorang di tengah kerumunan. Sudah hampir tiga puluh menit aku menunggu, tetapi ia tak kunjung datang.
Waktu menunjukkan pukul 09.45 itu artinya sebentar lagi aku harus meninggalkan tempat ini. Setelah berulangkali menghubungi, akhirnya orang itu datang.

“Sudah lama menunggu?” ujarnya.

“Belum” jawabku singkat.

Kamipun bergegas menuju tempat di mana kami seharusnya berada.

“Sudah pernah ke sana sebelumnya?”

Aku hanya menggeleng dan sedikit tersenyum malu. Beruntungnya aku, ternyata ia juga belum pernah ke sana sebelumnya. Perjalanan pun dimulai, tepat pukul 16.00 kami sampai di tanah Borneo. Sambutan hangat kami terima, aku rasa tempat ini sangat ramah untuk dikunjungi. Berbagai kesenian daerah yang mereka miliki ditampilkan dengan baik. Seolah tahu, bahwa  kami berasal dari daerah yang berbeda. Ya, terdapat 31 orang yang berasal dari Sabang sampai Merauke. Kami berkunjung ke sini bukan tanpa alasan, yang aku yakini Allah sedang merealisasikan takdir yang sudah digariskan untuk kami.

“Silakan menikmati” ujar wanita itu ramah.

Ada berbagai macam makanan khas yang aku temui, mulai dari singkah (makanan yang berasal dari umbut rotan), ikan toman, sambal khas Dayak dan berbagai macam kudapan yang menggugah selera.

“Terima kasih, Kak!” balasku.

Tidak dapat di pungkiri, perjalan yang cukup jauh membuat perutku keroncongan. Setelah sesi makan malam usai. Kami mulai beristirahat, dan cerita ini pun akan dimulai esok hari~

Perjalanan menuju punggu alas akan ditempuh sekitar empat jam. Setelah perjalanan darat, tibalah rombongan di dermaga kereng pakahi. Kemudian dilanjutkan dengan perjalanan menuju muara punggu alas yang berlokasi di Taman Nasional Sebangau. Sesampainya di muara, para pemandu wisata menjelaskan bahwa kami harus mencuci muka dengan air gambut sebagai ungkapan selamat datang.
Air Gambut
Air gambut memiliki warna merah yang cukup pekat, warna merah ini menunjukkan bahwa kandungan zat organik terlarut dalam bentuk asam humus cukup tinggi. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik seperti sisa-sisa tumbuhan, ranting dan lain sebagainya (Syarfi, 2007).

Menurut Nainggolan (2011), air gambut tidak memenuhi persyaratan air bersih karena memiliki intensitas warna yang telalu tinggi, tingkat keasaaman yang tinggi, zat organik yang tinggi, kandungan dan kekeruhan partikel tersuspensi yang rendah, serta kandungan kation yang rendah.

Meskipun demikian, berinteraksi secara langsung dengan air gambut tidak menyebabkan efek yang buruk seperti alergi dan lain sebagainya.

Setelah sampai di muara punggu alas, perjalanan akan dilanjutnya dengan susur sungai untuk menuju camp punggu alas.
Susur Sungai Menuju Punggu Alas
Sesampainya di camp kami beristirahat dan melaksanakan salat zuhur. Setelah beberapa saat, rangkaian acara selanjutnya pun dimulai. Pembukaan acara kemah pemuda kedua yang dilaksanakan oleh BRG (Badan Restorasi Gambut) Republik Indonesia. Acara ini bertujuan untuk memperkenalkan ekosistem gambut kepada para pemuda sebagai garda depan dalam menjaga dan melestarikan ekosistem gambut.

Badan Restorasi Gambut adalah salah satu lembaga non-struktural yang dibentuk berdasarkan peraturan presiden nomor 1 tahun 2016. Salah satu tugas BRG adalah pelaksanaan sosialisasi dan edukasi restorasi gambut. Para peserta dikenalkan dengan 3P yang menjadi salah satu tugas BRG yakni pembasahan, penanaman kembali dan peningkatan pendapatan masyarakat. Pembasahan dilakukan dengan membuat sekat-sekat kanal dan sumur bor, penanaman kembali dengan menanam tumbuhan endemik yang ada di lahan gambut, serta peningkatan pendapatan masyarakat adalah dengan mengenalkan metode lahan tanpa bakar serta memberikan pelatihan mengenai pemanfaatan hasil alam seperti rotan dan lain sebagainya.
Tanah Gambut
Lahan gambut merupakan hamparan yang terbentuk dari sisa-sisa bahan organik seperti daun, ranting dan lain sebagainya. Proses ini berlangsung selama ribuan tahun, sisa-sisa bahan organik tidak terdekomposisi secara sempurna. Akibatnya lahan gambut dikenal sebagai lahan yang tidak produktif. Logika sederhananya seperti ini, lahan gambut yang menumpuk selama ribuan tahun dan tidak terurai akan menumpuk di atas pemukaan tanah yang mengandung mineral. Kedalamannya pun beragam, di punggu alas terdapat gambut dengan kedalaman hingga dua belas meter. Jadi, lahan gambut di rasa tidak cocok sebagai lahan pertanian, karena akar tumbuhan sulit untuk mencapai tanah yang memiliki kandungan mineral.

Lalu, apa hubungannya lahan gambut dengan api? biasanya masyarakat sekitar yang ingin membuka lahan akan mengeringkan gambut kemudian membakarnya. Alih-alih ingin memperoleh lahan yang siap tanam pengeringan dan pembakaran akan memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Gambut yang dikenal mampu menyimpan air sebanyak 15x dari bobot keringnya dan mampu menyimpan 550 giga ton karbon jika terus di eksploitasi maka lambat laun akan rusak. Dampak yang di timbulkan beragam, seperti kekeringan jika musim kemarau serta akan menyumbang emisi karbon di udara. Perlu diingat, bahwa gambut yang terbakar akan sulit dipadamkan, karena struktur berongga seperti spons serta bahan pembentuk gambut menyebabkan api sulit di padamkan. Mirisnya 99% penyebab kebakaran hutan dan lahan adalah akibat ulah manusia.

Setelah mendapat pemaparan dari berbagai pihak, aku semakin yakin bahwa untuk menjaga gambut tidak cukup hanya satu atau dua orang saja. Karena gambut butuh perhatian khusus dari kita. Karena rusaknya gambut sama dengan rusaknya kehidupan. Menjaga gambut juga bukan tugas sebagian orang yang berada di bidangnya. Tapi menjaga gambut dan hutan adalah tugas bagi semua orang yang masih membutuhkan oksigen.
Rumah Orang Utan
 “Ada yang ingin ditanyakan lagi?” suara itu kembali terdengar di sela diskusi kami.

Serentak semuanya menggeleng dan merasa puas atas apa yang dijelaskan. Sungguh ini adalah pengalaman yang berkesan. Mengingat di hutan tidak hanya ada pohon, masih banyak lagi flora dan fauna yang tinggal di dalamnya. Jika hutan rusak maka habitat mereka juga terancam. Lagi-lagi aku paham mengapa Allah begitu baiknya menciptakan hutan dengan keragaman yang sangat banyak. Berkunjung ke hutan, semakin membuatku kagum atas penciptaan-Nya. Mulai dari pohon-pohon yang menjulang tinggi, hewan-hewan endemik, buah-buahan yang dapat di makan.
Jamur
Faktanya hutan mampu mencukupi kebutuhan manusia, tetapi hutan tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keinginan manusia. Akan aku sampaikan cerita ini kepada orang lain agar mereka paham pentingnya menjaga hutan. Terima kasih tanah Borneo, terima kasih BRG atas pengalaman yang sangat berkesan. Semoga di lain kesempatan aku dapat kembali mengunjungi tanah Kalimantan ini. Untuk melengkapi penggalan kisah di atas.
#2ndYouthcampBRG
#Ayojagagambut
#TNSebangau
#Puluhkangambutpulihkankemanusiaan
#Simpulwisata

Untuk info lebih lanjut mengenai lahan gambut, silakan kunjungi laman resmi BRG Indonesia pada tautan berikut https://brg.go.id/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kau dan Aku Adalah

Senang itu, ketika senyum simpul muncul dari kedua bibirmu. Terlebih karena aku. Sedih itu, ketika raut kekecewaan tergambar jelas diwajahmu. Lantaran aku. Canda itu, ketika kau bilang cinta. Ternyata hanya pura-pura. Candu itu senyummu, luka itu sedihmu dan bahagia itu ketika kau dan aku sungguh bisa besatu. Nyatanya, semesta tak memberikan ruang lebih kepada sang waktu. Sekadar mewujudkan yang semu menjadi temu. Faktanya, Tuhanpun berencana demikian, takdir tak membuat kau hadir meski hatiku ketar-ketir. Semua tampak nyata dalam imajinasiku. Maaf, mungkin ini sedikit halu. Aku sadar, karena sampai kapanpun. Kau dan aku adalah sebuah ketidakmungkinan.

Cula yang Tersembunyi di Balik Hutan Way Kambas

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dan hewani. salah satu kekayaannya dibuktikan dengan luasnya hutan yang ada di Indonesia hingga mencapai 133.300.543 Hektar. Hutan Indonesia yang begitu luas menjadi alasan dijulukinya Indonesia sebagai salah satu paru-paru dunia. Pepohonan yang ada di hutan menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis. Tidak hanya itu, masih banyak potensi hutan di Indonesia jika dimanfaatkan dengan baik. Salah satunya adalah hutan di Taman Nasional Way Kambas(TNWK) Lampung. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Taman Nasional Way Kambas sebagai ASEAN Heritage Park ke-36 memiliki luas 125.621,30 hektar merupakan habitat dari lima mamalia besar di Sumatra yaitu Gajah Sumatra, Badak Sumatra, Harimau Sumatra, Beruang Madu, dan Tapir. Taman Nasional ya

Pengaruh Pola Pikir Generasi Muda, Terhadap Perkembangan Literasi

Indonesia merupakan sebuah Negara dengan kebudayaan yang sangat beragam. Salah satunya dalam hal agama. Terdapat enam agama yang diakui di Indonesia antara lain: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia merupakan penganut agama Islam terbesar di dunia. Pada tahun 2010 sekitar 87,18% dari 237.641.326 penduduk di Indonesia memeluk agama Islam. Oleh karena itu, perkembangan literasi di Indonesia bahkan dunia, tidak lepas dari kontribusi generasi muda Islam. Literasi selain dikenal sebagai kemampuan menulis dan membaca, juga dapat diartikan sebagai kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Islam dan literasi cukup erat kaitannya. Menurut keyakinan umat Islam, perintah membaca sudah ada sejak zaman dahulu. Tepatnya, ketika Allah menurunkan ayat Alquran berupa surah al-alaq ayat 1-5 kepada Nabi Muhammad Saw. pada saat beliau bertafakur di gua Hira. Iqro “Bacalah” merupakan perintah pertama All