Langsung ke konten utama

Dulu, aku begitu mengharapkanmu.

Ada pepatah lama yang mengatakan tak kenal maka tak sayang. Sialnya aku lebih dulu "sayang" sebelum mengenalmu. Bagaimana mungkin? Mungkin saja, kita bisa saja jatuh hati meski belum pernah bertemu. Lalu bagaimana? Daring, menjadi salah satu jalan yang memiliki peluang itu. "Jatuh cintanya daring, patah hatinya luring" ini adalah kalimat ter-pahit yang pernah aku alami sebelumnya. Aku pernah... Mengharapkan temu yang tak kunjung kau jamu, mengharapkan rindu yang tak kunjung kau redam, mengharapkan janji yang tak pernah terbukti. Ya, benar. Daring mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Bahkan dulu... Aku begitu mengharapkanmu. Menunggu kabar yang tak kunjung ku dapat. Padahal kau hanya membalas pesan ketika sempat. "Aku ini kau anggap apa?" Pertanyaan bodoh yang sudah kuketahui jawabannya. Aku memilih menjauhimu lebih dulu, meski tanpa kau jelaskan berulang kali, aku sudah begitu paham. Bahwa kau memintaku untuk menjauh. Kini, mendengar namamu tak

Cula yang Tersembunyi di Balik Hutan Way Kambas

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dan hewani. salah satu kekayaannya dibuktikan dengan luasnya hutan yang ada di Indonesia hingga mencapai 133.300.543 Hektar. Hutan Indonesia yang begitu luas menjadi alasan dijulukinya Indonesia sebagai salah satu paru-paru dunia. Pepohonan yang ada di hutan menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis. Tidak hanya itu, masih banyak potensi hutan di Indonesia jika dimanfaatkan dengan baik. Salah satunya adalah hutan di Taman Nasional Way Kambas(TNWK) Lampung. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Taman Nasional Way Kambas sebagai ASEAN Heritage Park ke-36 memiliki luas 125.621,30 hektar merupakan habitat dari lima mamalia besar di Sumatra yaitu Gajah Sumatra, Badak Sumatra, Harimau Sumatra, Beruang Madu, dan Tapir. Taman Nasional yang terletak di kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur, Indonesia ini terdapat SRS(Suaka Rhino Sumatra) yang bekerjasama dengan YABI(Yayasan Badak Indonesia. Adanya lembaga konservasi Badak Sumatra(Dicerorhinus sumatrensis) ini, menjadikan Taman Nasional Way Kambas sebagai taman wisata edukasi yang sangat cocok untuk dikunjungi berbagai macam kalangan. Tujuan dari adanya lembaga ini tak lain hanya untuk menyelamatakan jumlah populasi Badak Sumatra yang kian hari terus menurun jumlahnya. Populasi badak di Taman Nasional Way Kambas hanya berkisar 21-27 ekor dan belum terdata secara spesifik. Prestasi yang pernah diperoleh taman nasional ini selain berhasil menjadi tempat konservasi bagi gajah liar di sumatra Way Kambas juga telah membantu Indonesia menambah jumlah Badak Sumatra yang dikenal hampir punah. Suaka Rhino Sumatra sudah berhasil mengembangbiakkan Badak Sumatra. Anak badak pertama yang lahir di suaka ini bernama Andatu lahir pada 23 Juni 2012. “Kelahiran pertama ini, menambah optimis kami dalam upaya pelestarian Badak Sumatra. Kelahiran Andatu juga menjadi bukti bahwa SRS mampu untuk mengupayakan pelestarian Badak Sumatra”. Ujar Zulfi Arsan, salah satu dokter hewan setempat. Ciri fisik utama yang membedakan Badak Jawa dengan Badak Sumatra adalah melalui jumlah cula. Pada Badak Jawa hanya terdapat satu cula, sedangkan pada Badak Sumatra terdapat dua cula. Badak yang ada di suaka ini memiliki wilayah gerak seluas 10 hektar lahan hutan, untuk satu ekor badak. Pada setiap perbatasan lahan tersebut terdapat kawat kejut listrik yang aktif setiap tiga detik. Tujuannya agar badak tidak meninggalkan daerah tempat tinggalnya, mengingat di taman ini terdapat pula satwa lain seperti gajah. Untuk pengawasan tambahan Taman Nasional Way Kambas memiliki polisi hutan yang selalu melakukan pemantauan dan pengawasan dilingkungan hutan. Hutan yang ada di taman nasional ini sangat asri dan rimbun, sangat mirip dengan habitat asli badak, sehingga dalam proses perkembangbiakkan juga dilakukan secara alami.

Maraknya aksi perburuan liar dan penebangan hutan menjadi salah satu faktor penyebab berkurangnya jumlah badak di habitat aslinya. Aksi perburuan liar terjadi karena minat dan harga cula badak di pasaran cukup tinggi, dengan kepercayaan bahwa cula badak dapat dijadikan sebagai obat ataupun dikaitkan dengan hal mistis lainnya. Padahal sanksi yang diberikan cukup berat bagi para pelaku menurut peraturan pemerintah nomor 5 tahun 1990 tentang “konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya”. Pada pasal 21 ayat 2 berbunyi “setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup” pada pasal ini poin kedua juga diatur untuk tidak menyimpan atupun memperniagakan satwa dalam keadaan mati. Jika pasal tersebut dilanggar maka ketentuan pidana yang akan di dapatkan adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.00,00 (seratus juta rupiah). Meskipun demikian, para pelaku perburuan liar kerap kali masih dapat lolos dalam hal pengejaran petugas.Terlepas dari adanya masyarakat yang tega melakukan perburuan liar, ternyata masih ada masyarakat yang peduli akan keberlangsungan hidup Badak Sumatra. Bahkan penduduk sekitar Way Kambas sengaja melakukan penanaman pohon Nangka (Artocarpus heterophyllus). Pohon yang memiliki tinggi berkisar 10-15 meter ini merupakan salah satu makanan favorit badak sumatra. Daun yang masih muda (pucuk) dijadikan sebagai pakan badak. Antusias masyarakat sekitar cukup menunjukkan kepedulian bahwa badak masih perlu untuk dilestarikan. Agar anak cucu generasi mendatang tahu dan mengenal badak tidak hanya berdasarkan cerita atau gambar. Namun dengan berkunjung dan melihat secara langsung.

 Mari kita satukan aksi selamatkan Badak Sumatra untuk Indonesia yang lebih baik. Hutan tidak hanya menyimpan tumbuhan ataupun hewan saja, Namun hutan juga menyimpan kenangan dan berbagai cerita indah lainnya. Jangan lupakan hutan yang telah memberikan kita oksigen secara gratis, air yang berlimpah dan keteduhan yang menyejukkan. Jangan lupakan hutan dan tanah sekitar yang menjadi sumber kehidupan. Andai oksigen berbayar maka akan jatuh miskin setiap orang. Manusia tanpa hutan bukan apa-apa, hutan tanpa manusia akan baik-baik saja. Simpan tanganmu untuk menanam kebaikan bukan menyebabkan keburukan. salam dari Badak Sumatra penghuni hutan Way Kambas untuk para penjelajah hutan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tidak Ada Korelasi Antara Lahan Gambut dan Asap

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Selain dikenal sebagai negara kepulauan, Indonesia juga di kenal sebagai paru-paru dunia. Luas kawasan hutan di Indonesia pada tahun 2018 sekitar 125,9 juta hektar, atau sebesar 63,7% dari luas daratan di Indonesia. Hutan di Indonesia digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan keadaan tanahnya. Antara lain hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan rawa bakau, hutan kerangas dan hutan tanah kapur. Hutan rawa gambut merupakan hutan yang ramai menjadi perbincangan belakangan ini. Hutan rawa gambut terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang belum terkomposisi secara sempurna. Kartawinata(2013) menyebutkan bahwa di Indonesia, hutan gambut terkonsentrasi di tiga pulau utama yakni Sumatra, Kalimantan, Papua dan sedikit di Sulawesi. Pembahasan mengenai hutan rawa gambut, tak ayal akibat maraknya terjadi kebakaran hutan di lahan gambut. Kebakaran hutan menghasilkan kepulan asap yang cukup tebal hingga dapat menyebabkan ISPA

Kau dan Aku Adalah

Senang itu, ketika senyum simpul muncul dari kedua bibirmu. Terlebih karena aku. Sedih itu, ketika raut kekecewaan tergambar jelas diwajahmu. Lantaran aku. Canda itu, ketika kau bilang cinta. Ternyata hanya pura-pura. Candu itu senyummu, luka itu sedihmu dan bahagia itu ketika kau dan aku sungguh bisa besatu. Nyatanya, semesta tak memberikan ruang lebih kepada sang waktu. Sekadar mewujudkan yang semu menjadi temu. Faktanya, Tuhanpun berencana demikian, takdir tak membuat kau hadir meski hatiku ketar-ketir. Semua tampak nyata dalam imajinasiku. Maaf, mungkin ini sedikit halu. Aku sadar, karena sampai kapanpun. Kau dan aku adalah sebuah ketidakmungkinan.

Dulu, aku begitu mengharapkanmu.

Ada pepatah lama yang mengatakan tak kenal maka tak sayang. Sialnya aku lebih dulu "sayang" sebelum mengenalmu. Bagaimana mungkin? Mungkin saja, kita bisa saja jatuh hati meski belum pernah bertemu. Lalu bagaimana? Daring, menjadi salah satu jalan yang memiliki peluang itu. "Jatuh cintanya daring, patah hatinya luring" ini adalah kalimat ter-pahit yang pernah aku alami sebelumnya. Aku pernah... Mengharapkan temu yang tak kunjung kau jamu, mengharapkan rindu yang tak kunjung kau redam, mengharapkan janji yang tak pernah terbukti. Ya, benar. Daring mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Bahkan dulu... Aku begitu mengharapkanmu. Menunggu kabar yang tak kunjung ku dapat. Padahal kau hanya membalas pesan ketika sempat. "Aku ini kau anggap apa?" Pertanyaan bodoh yang sudah kuketahui jawabannya. Aku memilih menjauhimu lebih dulu, meski tanpa kau jelaskan berulang kali, aku sudah begitu paham. Bahwa kau memintaku untuk menjauh. Kini, mendengar namamu tak