Langsung ke konten utama

Dulu, aku begitu mengharapkanmu.

Ada pepatah lama yang mengatakan tak kenal maka tak sayang. Sialnya aku lebih dulu "sayang" sebelum mengenalmu. Bagaimana mungkin? Mungkin saja, kita bisa saja jatuh hati meski belum pernah bertemu. Lalu bagaimana? Daring, menjadi salah satu jalan yang memiliki peluang itu. "Jatuh cintanya daring, patah hatinya luring" ini adalah kalimat ter-pahit yang pernah aku alami sebelumnya. Aku pernah... Mengharapkan temu yang tak kunjung kau jamu, mengharapkan rindu yang tak kunjung kau redam, mengharapkan janji yang tak pernah terbukti. Ya, benar. Daring mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Bahkan dulu... Aku begitu mengharapkanmu. Menunggu kabar yang tak kunjung ku dapat. Padahal kau hanya membalas pesan ketika sempat. "Aku ini kau anggap apa?" Pertanyaan bodoh yang sudah kuketahui jawabannya. Aku memilih menjauhimu lebih dulu, meski tanpa kau jelaskan berulang kali, aku sudah begitu paham. Bahwa kau memintaku untuk menjauh. Kini, mendengar namamu tak

Menyelisik Keseruan Wisata Alam dan Budaya di Taman Nasional Sebangau

        Indonesia merupakan Negara dengan keindahan alam yang begitu memukau, tak heran jika Indonesia menjadi salah satu Negara dengan peringkat keindahan alam tertinggi menurut Travel & Tourism Competiviness Report 2017. Sudah menjadi rahasia umum, jika penyumbang dari banyaknya wisata alam Indonesia di dominasi oleh hutan hujan tropis dengan  luas mencapai 39.549.447 hektar, sehingga muncul istilah konservasi sebagai salah satu upaya untuk menjaga kelestarian alam di Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada pasal 1 ayat 2 konservasi di definisikan sebagai Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Adapun penerapan dari konservasi yakni pada Taman Nasional. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pasal 1 ayat 14 Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Saat ini, Indonesia telah memiliki 54 Taman Nasional yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Keindahan alam dan keanekaragaman hayati yang menjadi alasan utama Taman Nasional dipilih sebagai salah satu destinasi wisata (Widiaryanto, 2020). Salah satu Taman Nasional yang terletak diantara Sungai Sebangau dan Sungai Katingan adalah Taman Nasional Sebangau. Secara administratif, Taman Nasional Sebangau terletak di Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangka Raya di Provinsi Kalimantan Tengah. Melalui SK Menteri Kehutanan Nomor: 529/MenhutII/2012 tanggal 25 September 2012 TNS memiliki luas 542.141 hektar. Pada Taman Nasional Sebangau terdapat tiga destinasi wisata yang berpotensi untuk dikembangkan, antara lain: Sungai Koran di Kota Palangka Raya, Resort Mangkok di Kabupaten Pulang Pisau, dan Danau Punggualas di Kabupaten Katingan (Wigreny, Yunikewaty, & Kristiana, 2020). Berkunjung ke Taman Nasional Sebangau merupakan pengalaman yang begitu luar biasa bagi saya. Tepatnya pada tahun 2019 lalu saya mengikuti 2nd Youth Camp yang diselenggarakan oleh Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia sebagai perwakilan dari Prov. Kepulauan Bangka Belitung. Kesempatan langka ini menghantarkan saya hingga menjejakkan kaki di tiga pulau sekaligus dalam satu hari. Pulau Sumatera karena saya sedang menempuh pendidikan di Provinsi Lampung, transit Pulau Jawa (Jakarta) dan terakhir di Pulau Kalimantan (Palangkaraya). Sesampainya di Palangkaraya, saya tak henti-hentinya berdecak kagum. Perjalanan yang cukup melelahkan terbayar lunas setelah mendapat sambutan hangat ramah tamah khas masyarakat Dayak, penampilan musik khas daerah “Suling Baluwung”, ditambah tempat pertemuan dengan ornamen bandara yang begitu estetik. Tujuan utama kami bertandang ke Kalimantan Tengah adalah Danau Punggualas yang berada di Kabupaten Katingan, yang masih masuk ke dalam wilayah Taman Nasional Sebangau. Mengingat, penerbangan dilakukan di sore hari, memutuskan kami untuk menginap di sekitar bandara. Cukup mudah untuk menemukan penginapan dengan harga terjangkau di kota ini.         

        Keesokan harinya kami memulai perjalanan menuju dermaga Kereng Pakahi, hanya butuh waktu 5 jam untuk kami sampai ke dermaga ini. Sesampainya di dermaga perjalanan dilanjutkan dengan susur sungai menuju camp Pungualas. Sejauh mata memandang kami disuguhi keindahan alam yang begitu memukau, pohon ulin yang berjajar rapi di pinggir sungai, masyarakat yang sedang memancing ikan dan keindahan lainnya yang tidak pernah saya lihat sebelumnya. Setelah menghabiskan waktu tiga puluh menit untuk menyusuri sungai akhirnya kami tiba di Punggualas. Sudah tidak terhitung lagi, kali keberapa saya berdecak kagum akan keindahan alam Indonesia terkhusus Taman Nasional Sebangau yang memiliki hamparan lahan gambut yang begitu luas. Lahan gambut merupakan hamparan yang terbentuk dari sisa-sisa bahan organik seperti daun, ranting dan lain sebagainya. Proses pembentukan lahan gambut berlangsung selama ribuan tahun, sisa-sisa bahan organik tidak terdekomposisi secara sempurna. Uniknya lagi, gambut dikenal mampu menyimpan air sebanyak 15x dari bobot keringnya dan mampu menyimpan hingga 550 giga ton karbon (Nurzakiah, Wakhid & Nursyamsi, 2017). “Di Punggualas terdapat lahan gambut dengan kedalaman mencapai dua belas meter” Ujar Kepala Balai TNS Bapak Andi Muhammad Kadhafi. Belum sampai di camp Punggualas kami masih harus berjalan kaki dan kembali menyusuri sungai dengan “getek” sebutan untuk perahu kecil yang kami tumpangi. Kami bergegas menaiki perahu kecil itu untuk membelah merahnya air gambut di sepanjang aliran sungai, warna merah khas alam gambut disebabkan oleh kandungan zat organik terlarut dalam bentuk asam humus cukup tinggi. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik seperti sisa-sisa tumbuhan, ranting dan lain sebagainya (Suherman & Sumawijaya, 2013). Pada pukul 16.00 WIB, kami sampai di camp Punggualas, pertunjukan silat tradisional dayak dan Suling Baluwung lagi-lagi menjadi penutup untuk perjalanan hari ini. 

        Hari ketiga di TNS kami memilih untuk menikmati keindahan alam di sekitar Punggualas, dengan didampingi oleh masyarakat setempat. Kalimantan memiliki 222 jenis mamalia dan 44 jenis diantaranya endemik. Jenis primata endemik diantaranya adalah orang utan, owa-owa, dan bekantan (Mustari, dkk. 2010). Menjelajah sebagian kecil rimbunnya hutan Kalimantan, mengamati hewan endemik seperti Orang Utan hingga mencicipi buah yang menjadi makanannya “buah tutup kabalik” begitulah masyarakat setempat menyebutnya. Buah dengan cita rasa manis menjadi makanan favorit salah satu mamalia terbesar ini. Kapan lagi pikirku, mencicipi buah yang hanya tumbuh di pulau ini. Setelah puas berkeliling kami memutuskan untuk makan siang dengan menu “Singkah”. Bukan hanya kalian, saya juga baru kali pertama mendengar nama makanan ini, setelah saya telusuri ternyata singkah adalah sejenis sayur yang menggunakan umbut rotan sebagai bahan utama dan perasan santan kelapa sebagai kuah, memiliki tekstur yang lembut dan gurih menambah nafsu makan bertambah. Belum lagi, ikan toman goreng beserta sambal dan lalapan mentah yang menjadi ciri khas suku dayak, menjadi paket lengkap makan siang kami hari ini. Selesai makan siang, kami harus kembali ke dermaga untuk menuju tempat selanjutnya. Menghabiskan waktu yang sama seperti menuju Punggualas, kami pun menuju Desa Buntoi untuk bermalam di Huma Betang. Huma Betang merupakan rumah panggung berbentuk memanjang dengan lebar antara 10-30 meter, panjang antara 30-50 meter, serta ukuran tinag penyangga dengan tinggi antara 3-5 meter. Rumah ini dibangun menggunakan kayu ulin yang tumbuh di hutan Kalimantan. Kayu Ulin dipilih karena memiliki struktur yang sangat keras. Penggunaan bahan bangunan dengan kualitas terbaik menjadikan rumah Betang bertahan hingga ratusan tahun (Rostiana, Nurbani, & Riswanto, 2020).    

        Tepat pada tanggal 18 November 2019, kami harus meninggalkan Kalimantan. Akan tetapi, tak lengkap rasanya jika berkunjung ke suatu derah tanpa membawa buah tangan. Akhirnya kami menuju Desa Gohong untuk belajar menganyam rotan untuk menjadi buah tangan kami nantinya. Sesampainya di Desa Gohong, tampak Ibu-ibu dengan cekatan menganyam helai demi helai rotan yang telah diserut menjadi bagian yang tipis dan halus. Sungguh di luar dugaan, rotan ternyata memiliki nilai ekonomi tinggi ketika sudah menjadi sebuah kerajinan tangan. cincin, gelang, tas, dan topi adalah sebagian kecil kerajinan yang terbuat dari rotan. Harga yang ditawarkan pun cukup beragam mulai dari lima ribu hingga jutaan rupiah. Harga yang cukup fantastis tentunya sebanding dengan kualitas rotan terbaik, tingkat kesulitan yang tinggi serta ukuran yang di tetapkan. Tidak hanya oleh-oleh yang kami peroleh ketika berkunjung ke Kalimantan, pengalaman dan ilmu pengetahuan pun menjadi hal yang sangat berharga. Menginat, Taman Nasional tidak hanya bertujuan sebagai destinasi wisata saja, akan tetapi Taman Nasional juga berperan sebagai identitas nasional, kawasan konservasi dan sebagai rumah suku adat (Widiaryanto, 2020). Taman Nasional Sebangau pun berperan demikian, sebagai identitas nasional dari Kalimantan dengan banyaknya tumbuhan dan hewan endemik, sebagai kawasan konservasi agar gambut tetap lestari, serta sebagai tempat tinggal yang nyaman serta aman bagi Suku Dayak. Ketika tiga pilar yang terdiri dari Ekonomi, Ekologi dan Sosial terjalin dengan baik. Maka, tidak menutup kemungkinan Taman Nasional berperan sebagai wujud nyata pariwisata berkelanjutan.    

        Inilah keseruan yang akan kita peroleh jika berkunjung ke Taman Nasional Sebangau, karena dengan berkunjung ke Taman Nasional Sebangau kalian turut berperan aktif dalam menjaga kelestarian hutan gambut. Hanya dengan mengenal lebih dekat, kita akan paham bahwa menjaga kelestarian gambut tidak hanya tugas sebagian orang dibidangnya saja. Saya, Anda, Kita semua turut berperan serta memegang tanggung jawab untuk menjaganya. Bagaimana mungkin kita dapat menghirup udara segar di TNS, melihat secara langsung orang utan, mencicipi singkah dan ikan toman, melihat kesenian Dayak yang mengenakan pakaian adat dari kulit kayu, melihat kokohnya Huma Betang dan dapat memiliki tas cantik dari purun, jika kita tidak peduli dengan alam sekitar serta tidak menjaganya dengan baik. Tak dapat dipungkiri, rusaknya hutan menjadi penyebab rusaknya tatanan kehidupan manusia. Karena hutan bukan sekadar pohon, hutan menjadi tempat tinggal hewan, tumbuhan serta masyarakat adat. Mari kita jaga bersama sebelum tiba masa dimana hutan menagih seluruh oksigen gratis yang kita hirup, maka jatuh miskinlah kita. Jadi, kapan kalian ingin berkunjung ke TNS untuk merasakan serunya wisata alam dan budaya di Kalimantan Tengah?.


Daftar Pustaka 

Mustari, A.H.  dkk.  2010. Keanekaragaman Jenis Mamalia di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan    Tengah.  Media Konservasi.  15(3):  115-119. 

Nurzakiah, S., Wakhid. N., & Nursyamsi, D.  2017.  Stratifikasi Simpanan Karbon diatas Permukaan Tanah pada Lahan Gambut Pasang Surut dan Lebak.  Berita Biologi.  16(3): 289-296. 

Rostiana, H., Nurbani, S., & Riswanto, D.  2020.  Nilai-nilai Filosofis Huma Betang Suku Dayak Kalimantan Tengah.  Jurnal Budaya Nusantara.  3(2):  118-125. 

Suherman, D. & Sumawijaya, N.  2013.  Menghilangkan Warna dan Zat Organik Air Gambut dengan Metode Koagulasi-Flokulasi Suasana Basa. Riset Geologi dan Pertambangan. 23(2):  127-139. 

Widiaryanto, P.  2020.  Peran Taman Nasional bagi Pembangunan Nasional Era New Normal. Bappenas Working Papers.  3(2):  184-198. 

Wigreny, T., Yunikewaty, & Kristiana, T.  2020.  Pengembangan Kawasan Wisata Berbasis Masyarakat di Taman Nasional Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah (Studi Kasus di Kelurahan Kereng Bangkirai).  Journal of Environment and Management.  1(1):  16-22. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cula yang Tersembunyi di Balik Hutan Way Kambas

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dan hewani. salah satu kekayaannya dibuktikan dengan luasnya hutan yang ada di Indonesia hingga mencapai 133.300.543 Hektar. Hutan Indonesia yang begitu luas menjadi alasan dijulukinya Indonesia sebagai salah satu paru-paru dunia. Pepohonan yang ada di hutan menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis. Tidak hanya itu, masih banyak potensi hutan di Indonesia jika dimanfaatkan dengan baik. Salah satunya adalah hutan di Taman Nasional Way Kambas(TNWK) Lampung. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Taman Nasional Way Kambas sebagai ASEAN Heritage Park ke-36 memiliki luas 125.621,30 hektar merupakan habitat dari lima mamalia besar di Sumatra yaitu Gajah Sumatra, Badak Sumatra, Harimau Sumatra, Beruang Madu, dan Tapir. Taman Nasional ya

Kau dan Aku Adalah

Senang itu, ketika senyum simpul muncul dari kedua bibirmu. Terlebih karena aku. Sedih itu, ketika raut kekecewaan tergambar jelas diwajahmu. Lantaran aku. Canda itu, ketika kau bilang cinta. Ternyata hanya pura-pura. Candu itu senyummu, luka itu sedihmu dan bahagia itu ketika kau dan aku sungguh bisa besatu. Nyatanya, semesta tak memberikan ruang lebih kepada sang waktu. Sekadar mewujudkan yang semu menjadi temu. Faktanya, Tuhanpun berencana demikian, takdir tak membuat kau hadir meski hatiku ketar-ketir. Semua tampak nyata dalam imajinasiku. Maaf, mungkin ini sedikit halu. Aku sadar, karena sampai kapanpun. Kau dan aku adalah sebuah ketidakmungkinan.

Tidak Ada Korelasi Antara Lahan Gambut dan Asap

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Selain dikenal sebagai negara kepulauan, Indonesia juga di kenal sebagai paru-paru dunia. Luas kawasan hutan di Indonesia pada tahun 2018 sekitar 125,9 juta hektar, atau sebesar 63,7% dari luas daratan di Indonesia. Hutan di Indonesia digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan keadaan tanahnya. Antara lain hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan rawa bakau, hutan kerangas dan hutan tanah kapur. Hutan rawa gambut merupakan hutan yang ramai menjadi perbincangan belakangan ini. Hutan rawa gambut terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang belum terkomposisi secara sempurna. Kartawinata(2013) menyebutkan bahwa di Indonesia, hutan gambut terkonsentrasi di tiga pulau utama yakni Sumatra, Kalimantan, Papua dan sedikit di Sulawesi. Pembahasan mengenai hutan rawa gambut, tak ayal akibat maraknya terjadi kebakaran hutan di lahan gambut. Kebakaran hutan menghasilkan kepulan asap yang cukup tebal hingga dapat menyebabkan ISPA